Greenpeace Indonesia menanggapi pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel di Raja Ampat tidak merusak lingkungan jika dikelola dengan benar. Dalam pernyataannya, Greenpeace menolak klaim tersebut dan menegaskan bahwa keberadaan tambang tetap membawa dampak serius terhadap ekosistem, meskipun perusahaan mengklaim telah mengikuti standar operasional.

Aktivis lingkungan dari Greenpeace, Afdillah, menegaskan bahwa wilayah Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ia menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan, termasuk pembukaan lahan dan pembuangan limbah, berpotensi mencemari perairan dan mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir.

Greenpeace juga menyampaikan bahwa izin tambang di kawasan Raja Ampat telah menuai penolakan luas dari masyarakat adat dan kelompok pegiat lingkungan sejak awal. Mereka menyayangkan sikap pemerintah yang tetap mendorong investasi di sektor ekstraktif meskipun wilayah tersebut memiliki status konservasi dan nilai ekologis yang tak tergantikan.

Dalam tanggapannya, Greenpeace meminta pemerintah mencabut izin tambang nikel di Raja Ampat secara permanen, bukan sekadar menghentikan sementara. Mereka juga mendesak Bahlil untuk lebih berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat adat ketimbang terus memberi ruang kepada korporasi besar medusa88.

Dengan kondisi alam Raja Ampat yang unik dan rapuh, Greenpeace mengajak seluruh pihak untuk menghentikan segala bentuk eksploitasi yang mengorbankan masa depan lingkungan. Mereka menegaskan bahwa pembangunan yang berkelanjutan harus mengutamakan perlindungan alam, bukan mempercepat kerusakan demi keuntungan jangka pendek.

By admin